HIJAB dalam AL-QURAN dan HADIS (1)
Menjaga
kehormatan dan harga diri manusia khususnya kehormatan wanita adalah
suatu asas yang telah diterima dalam agama Islam serta dalam seluruh
aturan-aturan dan hukum-hukumnya. Dan masalah hijab adalah merupakan
salah satu dari perkara tersebut. Al-Quran Karim telah menjelaskan
berbagai topik hijab dalam berbagai bentuk, gambaran, dan ibarat yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, hijab dipandang sebagai suatu kewajiban
dalam agama islam dan apabila seseorang mengingkarinya maka dia telah
mengingkari satu hukum yang telah diwajibkan dalam agama dan mengingkari
kewajiban agama berarti terjerumus di dalam kekafiran. Perlu diketahui
bahwa tidak perlu semua aturan-aturan Islam itu dibahas dalam Al-Quran,
karena Al-Quran Al-Karim adalah sebuah aturan pokok yang hanya
memberikan pembahasan secara global dan masalah-masalah detailnya
diserahkan kepada mufassir Al-Quran, yakni Rasulullah SAW dan para awliya
di mana mereka mengambil sumber dari wahyu Tuhan, di sisi lain juga
kebanyakan hukum-hukum tidak dibahas secara detail dalam Al-Quran, akan
tetapi dibahas dengan terang dan jelas di dalam fiqih islam. Adapun
masalah hijab terdapat beberapa ayat yang dijelaskan dengan detail di
dalam Al-Quran, oleh karena itu sebagian orang yang tidak memiliki
informasi tentang hijab, mereka menciptakan suatu keraguan dan
kesangsian di dalam pikiran wanita sehingga menanyakan “Memangnya hijab juga terdapat dalam Al-Quran?”
pertanyaan ini sampai kapanpun tidak akan pernah tepat, sebab Al-Quran
dengan jelas telah membahas topik tentang hijab dan setiap orang yang
mengakui dirinya muslim, maka dia tidak boleh mengingkari masalah hijab
dalam islam.
Sekarang kita tunjukkan sebagian dari ayat-ayat suci Al-Quran mengenai hijab berikut ini: (Qullilmu’minaati
yaghdhudhna min abshaarihinna wa yahpadzna puruujahunna walaa yubdiina
ziinatahunna illaa maa dzhara minhaa walyadhribna bikhumurihinna ‘alaa
juyuubihinna walaa yubdiina ziinatahunna illaa libu’uulatihinna …) Dan
katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka dan ….(QS. An-Nur : 31)
Ayat di atas
adalah ayat pertama yang menjelaskan tentang pandangan yang
membangkitkan syahwat, dan lelaki serta perempuan dianjurkan untuk
menahan pandangannya, sebab pandangan yang tercemari oleh syahwat pada
lawan jenis merupakan langkah untuk melakukan dosa dan kerusakan karena
itu akar dosa ini harus disingkirkan. Dan telah di jelaskan pula dengan
transparan bahwa memandang aurat orang lain (lelaki, perempuan, muhrim
dan non muhrim) adalah dilarang. Topik lain yang perlu diperhatikan pada
ayat ini adalah kewajiban menutup leher, dada dan seputar anggota badan
wanita yang kebanyakan di jadikan pusat perhatian oleh lawan jenis,
demikian juga dalam ayat ini menunjukkan bahwa adanya larangan berhias
dan berdandan untuk yang non muhrim, kecuali apa yang telah nampak
darinya, dan sambungan dari ayat sebelumnya, dengan jelas telah melarang
secara mutlak untuk tidak menunjukkan dan mempertontonkan keindahan
diri kepada yang non muhrim, dan kalimat itu adalah; walaa yadhribna biarjulihinna
…; yaitu Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan (seperti khalkhal yang di pakai oleh
wanita-wanita arab); bahkan badan sampai pergelangan tangan dan juga
kaki harus ditutup. Disamping itu ayat ini telah menjelaskan tentang
falsafah hijab dan kehormatan menahan pandangan yang di antaranya adalah
menghindari terjadinya kesalahan dan kerusakan.
Ayat ke dua yang membahas tentang kewajiban menutup tubuh adalah ayat 59 surah Al-Ahzab yang berbunyi: ”Wahai
Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin,”Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya
keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk
dikenali, sehingga mereka tidak di ganggu.”
Dalam kitab Lisânul Arabi
di katakan: Jilbab, yaitu lebih besar dari kerudung dan lebih kecil
dari jubah, yang dengan wasilah ini wanita menutupi kepala dan dadanya.
Oleh karena itu kata “Jilbâb” dalam surah Al-Ahzab di atas dan kata
“Khumur” dalam surah An-Nur dengan jelas menekankan mengenai kewajiban
menutup tubuh bagi wanita terhadap non mahramnya. Biasanya “Khumur”
menunjukkan pada kewajiban menutup kepala dan dada serta leher dengan
sesuatu yang menyerupai kerudung, akan tetapi “Julbaab” adalah sebuah
pakaian yang lebih panjang dari kerudung di mana seluruh tubuh tertutupi
olehnya; yaitu sesuatu yang menyerupai jubah dan biasanya dipakai oleh
wanita-wanita arab.
Hijab adalah
wajib bagi semua wanita, dan wanita-wanita yang bertalian dan
bersangkutan dengan kepemimpinan umat harus lebih berhati-hati, sebab
mereka akan menjadi tokoh atau panutan terhadap wanita-wanita lain.
Dengan demikian baik dalam berbicara, berhadapan dan bertemu dengan
masyarakat serta aktivitas lainnya, menjaga hijab sangatlah dianjurkan
karena mereka dalam hal ini sangatlah peka dan sensitif. Dari sudut
pandang yang lain, kali ini Al-Quran menjadikan istri-istri Nabi sebagai
acuan, dan berkata: (Yaa nisaa’annabii lastunna kaahadin
minannisaa’i inittaqaitunna falaa takhdha’na bil qauli fayathma’a aladzi
fi qalbihi maradhun wa qulna qawlan ma’ruufan). “Wahai istri-istri
Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam
berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya,
dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS.Al-Ahzab : 32)
Ayat di atas
adalah menegaskan tentang bagaimana menghindari terjadinya dosa dan
fitnah dan wanita-wanita diharuskan memiliki batas di dalam berbicara
dengan yang non muhrimnya, sebagaimana di dalamnya tidak terlihat
berbagai bentuk godaan dan rangsangan sehingga dapat menimbulkan fitnah.
Demikan juga mengenai istri-istri Nabi saw dikatakan: (Wa qarna
buyuutikunna walaa tabarrajna tabarruja aljahiliyyati al uula). Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
(bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu. (QS.Al-Ahzab
: 33) Dan juga ayat 53 dalam surah yang sama diketahui sebagai
pelengkap tentang kebagaimanaan wanita-wanita menjaga hijabnya dalam
bersosialisasi dan mengatakan:( Wa idzaa saaltumuhunna mataa’aan fas
aluhunnna min waraai hijaabin dzalikum athharu liquluubikum wa
quluubihinna …. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka
(istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. (QS. Al-Ahzab : 53)
Ketika kita
mencermati muatan ayat tersebut di atas, maka sangatlah jelas bahwa
hijab adalah menghindari dari terjadinya dosa dan fitnah, dan kesemuanya
ini telah ditekankan pada hijab dan penutup tubuh wanita untuk
kebersihan dan keselamatan masyarakat. Masih terdapat banyak poin-poin
tentang hijab dari ayat yang lain dalam Al-Quran yang dikarenakan
pembahasannya akan dialihkan ke topik yang lain maka kami tidak
memberikan penjelasannya.
Wanita-Wanita di Akhir Zaman
Sangat
disayangkan bahwa salah satu dari tanda-tanda akhir zaman yang telah
banyak di jelaskan dalam hadis-hadis adalah perihal keadaan menyedihkan
wanita-wanita berhijab buruk pada zaman itu. Wanita-wanita dalam zaman
itu, hadir di tengah-tengah masyarakat dalam suatu bentuk yang buruk,
memolekkan dan mempercantik dirinya bukan untuk suaminya, dan memakai
pakaian-pakaian yang setengah telanjang dan menampakkan tubuhnya.
Rasulullah SAW berkata: Halaaku
nisaai ummatii filahmaraini adzdszahabu watstsayaaburriqaaqi. Terdapat
dua penyebab yang menghancurkan umat saya, yang pertama adalah emas
(perhiasan-perhiasan) dan yang ke dua adalah pakaian-pakaian tipis dan
menampakkan tubuh. (Arsyaadu al-Quluub, Jilid 1). Berdasarkan
inilah membuat wanita-wanita berhijab buruk dan bahkan lebih buruk lagi
dari mereka yang tidak berhijab, hal ini mengisyaratkan tentang
kebenaran-kebenaran dari kerusakan dan kebinasaan yang merupakan
tanda-tanda akhir zaman dan juga kita lihat bahwa ketidakmaluan para
wanita yang mempermainkan seorang lelaki, hal inilah yang menjadi sumber
kekhawatiran Rasul Akram SAW dan sangat disayangkan bahwa sebagian dari
wanita-wanita muslim yang terjun dan aktif ke dalam masyarakat, mereka
selangkah lebih maju dari wanita-wanita barat dengan wajah yang dihias
kental dan tebal serta berpakaian ringan dan sembrono, padahal mereka
ini lebih merusak dan membinasakan dari pada wanita-wanita barat yang
non hijab, dan hal ini adalah masalah yang sangat besar. Seorang wanita
yang menyatakan dirinya muslim seharusnya dia tidak menodai dan
menyakiti hati Rasulullah SAW dan jantung Imam ‘Ashr. Apakah memang
tidak boleh seorang wanita muslim meneladani dan menokohkan Sayyidah
Zahra dan Sayyidah Zaenab? Apakah dahulu beliau-beliau ini hijab dan
pakainnya adalah demikian? Sayyidah Zaenab kubra dalam majelis Yazid di
samping beliau menyatakan protesnya terhadap Yazid, beliau juga
mengisyaratkan masalah hijab dan beliau berkata pada Yazid: Bagaimana
prinsip kamu terhadap tirai kesucian sehingga kamu dapat terjaga dan
terpelihara dari para non muhrim dan bagaimana pula prinsip kamu
mengarak para keluarga Rasulullah SAW dari kota ke kota sehingga setiap
non muhrim menengok ke arah wajah-wajah mereka?
Aminal’adli
yabnaththulaqaa’a takhdiruka haraairaka wa imaaaka wa sawquka banaati
rasulillahi saw sabaayaa qad hatakta sutuurahunna wa abdaita
wujuuhahunna, Wahai Yazid! Apakah ini berarti adil bahwa para wanita dan
para kanizmu kamu tunjukkan dibalik tirai sementara putri-putri
Rasulullah SAW kamu arak ke berbagai kota dan kamu jadikan mereka
tawanan dan tirai hijab mereka kamu koyak, melepaskan cadar-cadar mereka
dari wajahnya?!(Hayaatu al-Imam Husain, Khotbah Hadhrat Zaenab di Syam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar